Jumat, 17 Maret 2017

Isa Mahdi

Pendatang Baru Dipercaya Pimpin Hanura

"SAYA terus ingin mengabdi kepada negeri ini, meski harus dengan cara lain," begitu pernyataan Isa Mahdi, saat ditanya alasannya pensiun dini dari kesatuan TNI AL, lantas memilih menjadi seorang politisi.

Dia mengaku sempat mendapat penolakan keluarganya, saat pamit mengundurkan diri menjadi prajurit TNI. Apalagi alasannya pensiun untuk menjadi politisi. Maklum saja, dua tahun lagi pangkat mayor di pundaknya bisa berganti Letkol. Apalagi saat pengajuan pensiunnya dia masih berumur 39 tahun.


Kartirnya di kesatuan TNI AL masih panjang. Pangkat tinggi kedinasan masih bisa terus dia raih. Apalagi dia salah satu prajurit yang memiliki sertifikat berkelas Internasional tentang sebuah bidang keilmuan potensi laut Nusantara. Namun, karena alasan mengabdi secara pada masyarakat, keluarganya termasuk keluarga dari sang istri pun akhirnya menyetujui pilihan Isa Mahdi.

Persetujuan dua keluarga besar itu sangat panjang prosesnya. Isa Mahdi butuh dua bulan lebih memberi penjelasan. Beruntung, san instri Sri Retno Puji Utami, begitu kuat mendukung niat mulianya dengan penuh keyakinan. Bahkan, guru SMP di Kabupaten Sidoarjo tersebut, rela ikut boyongan dan mengajar di SMPN 2 Puger.

Menjadi seorang 'mualaf' di kancah perpolitikan lokal, dia harus sering turun langsung ke tengah-tengah masyarakat. Nama besar orang tuanya yang dikenal ulama dengan ribuan jemaah, tidak membuatnya terlalu percaya diri. Sebab popularitas orang tua terkadang tidak linier dengan elektabilitas anaknya. "Saya pun akhirnya membuat tim di beberapa desa," tuturnya.

Soliditas tim suksesnya semakin mengakar. Namun sayang, Isa Mahdi mulai kesulitan mencari partai yang bakal menjadi kendaraan politiknya. Belum melamar di salah satu partai yang diincarnya, dia langsung mendapat penolakan. Beruntung, sang idola mantan Jendral TNI (Purn) Wiranto, melalui kadernya mengundang dia di Partai Hanura.

Sebagai pendatang baru yang buta persoalan politik kepertaian, Isa Mahdi cukup beruntung. Sebab partainya memberinya kebebasan memilih daerah pemilihan (Dapil) sesuai basis masanya. Pun demikian soal nomer urut caleg yang kemudian mencatatnya diurutan nomer 1. "Kepercayaan partai itu saya balas dengan perolehan suara tertinggi. Dapil 5 yang sebelumnya kosong caleg lolos, bisa sukses meraih satu kursi di dewan," tuturnya bangga.

Kesetian kepada partainya dia bingkai dengan loyalitas kereja sesuai hati nurani rakyat. Dipercaya duduk di kursi Komisi D SPRD Jember membidangi kesejahteraan rakyat yang menangani persoalan pendidikan, kesehatan, sosial dan lainnya, Isa Mahdi tampil menjadi anggota dewan yang vokal.

Sejumlah teriakan idealismenya, dia suarakan lantang atas nama hati nurani rakyat. Hingga usulan rancangan peraturan daerah (Raperda) Ahlakul Karimah yang mengatur tes keperawanan bagi pelajar, dia suarakan dengan dalih menjaga moral anak bangsa. Pro dan Kontra terjadi hingga menasional. Sorotan publik pun tertuju padanya. "Sampai saya diwawancarai khusus oleh wartawan Al Zajair," akunya.

Kerja kerasnya membesarkan partai melalui kursi DPRD Jember, mampu memikat pengurus pusat partai Hanura, Wiranto, sempat memanggilnya khusus untuk berdiskusi membesarkan partainya di Jember. Hingga kemudian, Isa Mahdi pun dutunjuk meenjadi Ketua DPC Hanura Jember melalui Musda yang digelar DPD Hanura Jatim di Surabaya. (rul/ram)

Pengasuh Ponpes,Tak Mau Dipanggil Kiai

ISA Mahdi bersedih,ketika ayah sekaligus guru kehidupannya dan pendiri Ponpes Darus Solihin(Alm)Habib Ali bin Umar Al Habsyi pergi meninggalkannya selamanya.Sejumlah

pencerahan tentang sikap Islam yang menjunjung tinggi nilai toleransi,bakal menjadi kerinduannya bersama ribuan jamaah Darus Solihin lainnya.

Meski demikian,dia pun berjanji bakal meneruskan amalan mulia tersebut.Apalagi,Isa ditunjuk menggantikan ayahnya.Tidak mudah bagi Isa mengurus Ponpes dengan santri

berjumlah ratusan anak.Apalagi,selain Ponpes ada lembaga pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya.Namun,dia tidak bisa menolak.Karena menjadi pengasuh Ponpes adalah

petuah terakhir ayahnya.

Karena itu,kesibukan di panggung politik dan sosial,harus mulai dikurangi.Sebab selama waktu Magrib hingga Isyak,dirinya harus ada diponpes mengasuh para santr
dengan ustad-nya."Ada tanggung jawab baru di pundak saya.Tanggung jawab mencetak kader bangsa di ponpes pluralisme,"ujarnya.

"Abah selalu mengajarkan memegang teguh Ahli Sunnah Wal Jamaah,"aku bapak dua orang anak itu.Bahkan ayahnya pula yang mendorongnya gemar menulis kitab.Sebagai

pengasuh ponpes yang baru,tentu budaya membaca dan menyanyikan puji-pujian soal Ahli Sunnah Wal Jamaah bakal terus dia lestarikan di lingkungan ponpesnya.Begitu pula

saat pengajian digelar di dalam pondok maupun di rumah jamaahnya.

Merasa ilmunya tak sebanding dengan almarhum ayahnya, bagi Isa Mahdi dia masih belum pantas disebut ulama apalagi kiai.Namun peran seperti seorang kiai,bakal dia

berikan sebisa mungkin,supaya jamaah Darus Solihin tetap merasa memiliki orang tua.(rul/ram)

Membaca Kunci Keberhasilan Pendidikan

IECO 2016 FKIP Unmuh Jember Berlangsung Semerak

JEMBER - International Education Conference (IECO) 2016 yang digelar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah (FKIP Unmuh) Jember berlangsung semarak. Ratusan peserta memenuhi Gedung Ahmad Zainuri Unmuh Jember. Mereka begitu antusias mengikuti EICO yang menghadirkan sejumlah pemateri dari luar negeri.

Antara lain Mr Dammang S Bantala dari Filipina, Mr Sukree Langputeh dari Thailand. Kemudian Miss Uum Qomariyah dari Rusia. Serta dan tiga pembicara dari Indonesia, Ocky Karna Radjasa, Muhammad Hamzi, dan Aminullah Elhady. Acara EICO 2016 dilanjutkan hari ini di Unmuh Jember.

Sebelum EICO dimulai dilakukan penandatangan MoU antara FKIP UNmuh Jember dengan universitas dari luar negeri. Yaitu dengan Cotabaco City State Politechnic College Philipina dan Fatoni University Thailand. Selain itu, dilakukan penyerahan cinderamata diserahkan Rektor Unmuh Jember Dr M Hamzi DESS kepada para pemateri.

Rektor Unmuh Jember Dr M Hamzi DESS mengucapkan selamat datang pada semua pembicara dalam konferensi internasional. Baik pembicara dari Thailand, Filipina dan juga Indonesia sendiri. "Terima kasih telah bersedia menjadi key note speaker. Kehadiran bapak dan ibu presenter akan membuka wacana baru untuk perkembangan pendidikan khususnya di Jember," tutur Rektor Unmuh Jember Dr M Hamzi DESS.

Hamzi, sapaan karibnya menjelakan karibnya menjelaskan, Islam merupakan agama yang peduli terhadap perkembangan ilmu dan teknologi. "Acara konferensi internasional ini merupakan wujud kita memahami Islam untuk terus belajar dan memahami ilmu. Cara yang utama untuk mencapai puncak kejayaan ilmu adalah dengan membaca," terangnya.

Lantas, Hamzi mengatakan itu sesuai dengan ayat yang turun pertama kali. "Iqra..Iqra..bacalah..bacalah..Allah memerintahkan untuk membaca. Untuk itu, yang paling penting dalam peningkatan kopetensi diri adalah membaca. Dengan membaca, semua orang bisa mengetahui segala sesuatu. Sehingga tidak salah membaca merupakan jendela dunia. Membaca merupakan kunci keberhsiloan pendidikan. Untuk mencapai tujuan pendidikan juga, dibutuhkan inovasi dan kreasi pembelajaran sehingga mampu mewujudkan pendidikan yang ideal," imbuhnya.

Dia sangat mengapresiasi Intetnational Education Conference yang digelar FKIP Unmuh Jember. "Saya sangat bahagia dan mengapresiasi kegiatan ini. Selamat datang untuk semua presenter di kelas pararel dan juga semua peserta. Sukses untuk EICO 2016," pungkasnya.

Sekitar 56 pemakalah mempresentasikan kajian atau penelitian mereka di konferensi internasional ini di kelas pararel tersebut. Selain di Gedung Ahmad Zainuri kegiatan serupa digelar di gedung lain di Unmuh Jember.

Prof Ocky Karna Radjasa MSc direktur penelitian dan pengabdian kepada masyarakat (Littabmas) Kemenristek Dikti menekankan pada peningkatan kualitas perguruan tinggi dengan perbandingan dengan PT di luar negeri. Salah satunya dengan menulis ilmiah. Untuk itu, menawarkan pelatihan secara terus menerus. Seperti pendampingan untuk penulisan di jurnal internasional terindeks sampai artikel diterima. Jika, sudah diterbitkan penulis akan mendapatkan dana Rp 35 juta. sedangkan Prof Sukree dari Thailand menjelaskan kondisi pendidikan di tempat konflik dan kebijakan pendidikan. (kl/aro)


Sumber :Jawa Pos Minggu 31 Juli 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar