JADI SUTRADARA SEJAK SD
KECINTAAN Londo pada seni budaya sudah muncul sejak kecil.Dia memiliki koleksi kaset kesenian jawa,Mulai dari campursari hingga ketoprak.Ini merupakan hal yang baru
dalam keluarganya,Sebab sebelumnya ternyata tidak ada yang memiliki minat yang sama dengan londo.
Dia menceritakan Jika sejak duduk di bangku SD,anak kedua dari empat bersaudara ini kerap menampilkan bakatnya di bidang seni budaya.Bahkan,saat kelas 4 SD setiap
peringatan 17 Agustus Londo pernah menggagas sebuah pertunjukan seni."Saya yang menulis naskah,ngajari teman-teman di kampung,sampai jadi sutradara drama tiap
Agustusan,"kenangnya.
Kemudian di bangku SMP dan SMA pria berambut gimbal ini juga aktif dalam grup Teater kaleng.Selain itu,sesekali pria asal Jember ini juga bergabung dengan beberapa
warga sekitar rumahnya yang juga sering menampilkan acara budaya Jawa.
Selama kiprahnya,Londo lebih banyak menggawangi acara bersama Pak Bei.Tampil bersama Pak Bei sudah dia lakukan sejak belasan tahun lalu.Dirinya pertama kali mengenal
pria yang kini menjadi kepala SMKN 3 Jember tersebut ketika masih duduk di bangku SMK."Dulu Pak Bei Guru saya,"tuturnya.
Merasa nyambung dan memiliki visi yang sama terhadap kesenian,setelah lulus SMK Londo juga sering diajak tampil berdua.Walaupun sempat vakum selama beberapa
waktu,namun mereka kembali bertemu dalam sebuah program televisi lokal bertajuk Wedang Cor."Lepas dari Wedang Cor,kini kita juga bentuk Producation house(PH)sendiri
dengan nama Prol Tape,"lanjut ayah tiga putri ini.
Awalnya Londo pesimis program yang dia gagas bersama Pak Bei dan Djoko Suprianto,nama asli Cak Bei ini bisa sukses.Namun di luar ekspektasinya,banyak sekali
masyarakat yang mengetahui Londo dkk dari program tersebut."Ketika saya tampil di pelosok,warga sama langsung bisik-bisik,ini kan Londo,Ini kan Pak Bei.artinya
program kita sebenarnya sudah banyak dilihat orang,"paparnya.
Setelah bergabung dengan Wedang Cor selama lebih dari seribu episode,Londo dan pak Bei sepakat untuk membentuk program televisi baru berjudul Prol Tape.Acara inilah
yang masih bertahan hingga saat ini dan semakin membesarkan namanya.Karirnya sebagai MC juga semakin melesat dengan seringnya dia tampil di even pemerintahan.
Ketika Pak Bei Sibuk dengan aktivitasnya sebagai kepala sekolah,Londo memberanikan diri untuk menjadi pembawa acara tanpa sang guru.Meski begitu dia selalu mengajak
seorang teman untuk mendampinginya di atas panggung."Sebab yang saya utamakan adalah dialog dengan lawan main atas panggung agar suasananya lebih Santai,"imbuhnya.(lin/ram)
Miris dengan Kondisi Anak Jaman Sekarang
LONDO mengaku miris melihat kondisi anak-anak saat ini yang sudah dibutakan oleh teknologi. Tak jarang dia melihat anak-anak yang berada di pojok ruangan dengan gadget di tangannya. "Mereka jadi individualis dan asyik dengan dunianya sendiri," keluhnya.
Bahkan, sifat tegasnya ini juga diterapkan pada ketiga putrinya. Dia melarang putrinya memiliki smartphone sebelum dewasa. "Meskipun mereka minta, saya nggak peduli. Bagi saya, smartphone hanya untuk mereka yang sudah berpikiran dewasa," tegasnya.
Tidak hanya dari perangkat digital, Londo juga mengaku risih dengan bahasa yang digunakan anak-anak saat ini. Kebanyakan mereka menggunakan bahasa yang sering didengar dari televisi. Di kelas teater yang pernah dipegangnya, Londo bahkan selalu menekankan pada seluruh anggota agar tidak menggunakan kalimat'lu-dong-deh.
"Terutama selama di hadapan saya. Entar di luar nanti mereka pakai bahasa itu terserah, yang penting di depan saya gunakan bahasa ibu mereka," tandasnya. Karena itu ke depan, seniman yang tengah meniti pendidikan Universitas Terbuka ini ingin membuat tempat bermain bocah yang bisa dinikmati anak-anak sebawa.
Selain untuk bersosialisasi satu sama lain, Londo juga ingin menghidupkankembali permainan tradisional yang sempat menghilang digerus perubahan zaman.Selain melakukan sesuatu yang menyenangkan, kata dia, mereka harus berinteraksi dengan teman sesamanya. Karenanya nantiseluruh perangkat digital tidak akan diizinkan masuk kedalam arena tempat bermain tersebut.
"Baik anak-anak maupun orang tuanya, tidak boleh membawa ponsel masuk. Kalua mau foto-foto nanti kita yang sediakan," tegasnya. Hal tersebut tentu bisa menciptakan waktu berkualitas antara orang tua dan anak, serta dengan teman sebayanya. Termasuk juga mengingatkan kembali permainan tradisional yang bisa membuat mereka bersosialisasi.
"Dengan bermain aneka permainan seperti gobak sodor, selain bisa mempelajari berbagai ilmu dan dan budaya Jawa, mereka juga bisa mengurangi sikap individualisnya dan bersosialisasi sama teman sesama," ucapnya.
Salah satu hal yang menjadi keinginan Londo sejak lama adalah niat untuk memiliki sebuah area tanpa dinding. Tempat ini yang akan menjadi tempat orang-orang menggelar berbagai kegiatan seni bagi seluruh masyarakat khususnya anak-anak. Entah itu melukis, menggambar, bermusik, bermain teater, atau menari.
Seluruhnya dilaksanakan secara bergantian di area tersebut tanpa harus dikenakan biaya sama sekali. Keinginan tersebut disambut positif oleh sekelompok orang yang juga memiliki pemikiran yang sama dengannya. Beberapa pegiat seni lain seperti Djoko, Dandik, Partu, dan seniman lainnya pun menunjukkan visi serupa.
Dari sanalah gagasan Rumah Budaya Komunitas Pandalungan mulai dibentuk. Waktunya pun terbilang cukup singkat. Setelah obrolan pertama di bulan Maret, pada awal Mei lalu rumah budaya yang berada di kawasan Pancakarya, Ajung itu langsung diresmikan oleh Bupati Jember. "Keinginan saya akhirnya dijawab, meskipun bukan milik pribadi melainkan dengan banyak teman-teman dengan rasa yang sama," tuturnya. (lin/ram)
Sumber Jawa pos 17 Juli 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar