Rabu, 29 Maret 2017

Masyarakat Desa Sukorambi yang tak Mau Disebut Manja

Rela Patungan untuk Bangun Penerangan Lampu jalan

Membangun desa, memang semestinya menjadi tanggung jawab bersama. Bukan harus menunggu bantuan program pemerintah. Seperti yang dilakukan warga Desa Sukorambi, mereka mendirikan lampu penerangan jalan dengan swadaya.

RULLY EFENDI,Jember

Sempat disebut jalan bulakan. Melintas disepanjang jalan Dusun Krajan Desa/ Kecamatan Sukorambi, harus berhati-hati karena tanpa penerangan. Gelap dan sepi. Rumah warga pun berjauhan. Malam hari, di daerah sekitar pembibitan Perhutani itu berbahaya karena rawan.
Namun kini, sudah terpasang lampu jalan. Setiap 30 meter, ada lampu di tiang ala kadarnya. Ada juga yang tertali kawat besi, yang melintang di antara pohon kanan-kiri pinggir jalan. Sore,lampu mulai menyala. Setiap paginya, warga bergantian mematikannya.

Lampu jalan itu bukan program pemerintah. Meskipun terpasang di sepanjang jalan sekitar 2 kilometer. Semua menggunakan biaya mandiri. Karena, warga desa di sana, tidak mau di sebut warga golongan manja. "Kami memiliki keyakinan, gotong royong lebih cepat merealisasikan mimpi, ketimbang menunggu program pemerintah yang tak pasti," tutur Anwar Sadat, salah satu pemuda yang ikut andil mendirikan lampu jalan tersebut.

Selain dia, ada 50 pemuda desa lainnya. Bahkan, wadah perkumpulannya dia beri nama Komunitas Masyarakat Krajan (KMK). "Awal fokus pada penerangan jalan.

Tak Laga Waswas Melintas di Jalan Sepi.

Tapi ke depan, pembangunan untuk fasilitas umum lainnya pun akan kami lakukan," pungkasnya.

Dia dan pemuda lainnya sadar, tidak semua pembangunan fisik di desanya, harus ditangani pemerintah. Bahkan mereka terus bertekad, bisa membangun tanpa harus menggunakan anggaran negara. "Mengaspal jalan memang tidak mampu. Tapi hal kecil yang bisa dilakukan mandiri, akan kami lakukan tanpa harus menunggu," tegasnya.

Seperti pemasangan lampu jalan di desanya. Semua murni dari swagaya. Meski harus patungan yang cukup lama. Setiap pemuda di sana, rela menyisihkan uang untuk belanja kebutuhan lampu jalan. Setelah terkumpul, mereka segera mendaftarkan ke PLN untuk pemasangan jalur listrik.

Solihin, pemuda yang bekerja sebagai juru parkir, menjadi salah satu donatur untuk pemasangan lampu jalan itu. Setiap kali bertugas di sekitar Kantor Pemkab Jember, dia menyediakan kantong plastik. Kantong itu dia gunakan khusus untuk menampung uang koin, pemberian pemilik kendaraan yang memarkir di areanya.

Dia tahu, memungut uang parkir dilarang. Namun dia mengakui, masih banyak orang yang  memberi imbalan meski tidak diminta. Alasannya, sebagai tanda terima kasih. "Saya mau menolak takut mereka tersinggung. Saya ambil uangnya, kemudian saya sumbangkan untuk pembangunan desa," ujarnya.

Beda orang, beda pula cara berbuat untuk desanya. Seperti Rudi, salah seorang pemuda lainnya. Dia rela menjual pisang di kebunnya, kemudian disumbangkan untuk pembangunan penerangan jalan. "Kalau kompak, pasti tidak terasa berat," imbuhnya.

Kini, mereka tidak lagi merasa waswas melintas di jalan yang dulunya bulakan. Mereka juga tidak perlu lagi membawa lampu senter. apalagi sampai bawa obor. "Sebelumnya, penjual sayur yang mau ke pasar dini hari, jalan kaki sambil bawa obor," imbuh Rudi.

Mereka berharap, semangat kekompakan dan rela swadaya untuk pembangunan di desanya, terus terjalin untuk kepentingan bersama. Sebab yang diyakini, kekompakan itu meringankan beban masyarakat di sana. (rul/cl/hdi)


Sumber Radar Jember 20 Januari 2017 (Yn)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar