Kamis, 30 Maret 2017

Dua Pelukis Tunarungu yang Selalu Juara


Karya Lukis Pernah Dipakai Motif Batik

Terlahir dengan keterbatasan bukan berarti tidak bisa berkarya. Dua pelajkar asal Sekolah Luar Biasa Negeri Patrang membuktikannya. Yakni meraih prestasi dalam lomba melukis.
BAGUS SUPRIADI,Jember

LUKISAN timun emas karya siswa tunarungu tampak menakutkan. Raksana berwarna hijau itu sedang mengejar anak kecil. Lukisan tentang cerita rakyat itu mampu meraih juara satu tingkat Jawa Timur dalam Porseni Pendidikan Luar Biasa (PLB) belum lama ini.

Lukisan karya Windawati itu mengalahkan berbagai karya dari sekolah lain. Tak heran, dia dikirim ke tingkat nasional di Manado untuk mengikuti lomba yang sama. "Namun di Manado hanya masuk sepuluh besar," katanya kepada Jawa Pos Radar Jember.

Windawati merupakan siswa tunarungu di kelas X SMALB Negeri Patrang. Kemampuan melukisnya tidak perlu diragukan. Sejak SD, dia sudah mengasah dan mengembangkan bakat tersebut. Sejumlah prestasi telah diraihnya.

Juara terakhir, dia meraih juara satu lomba melukis dalam peringatan hari disabilitas internasional (HDI) Desember 2016 lalu. Baginya, melukis sudah menjadi kegiatan yang tak bisa ditinggalkan. Ketika ada waktu luang, dia memanfaatkan untuk berkarya.

Saat SD, dia diajak untuk mengenal warna, seperti mewarnai gambar. Kemudian, memadukan warna dengan yang lain agar menciptakan karya lukis yang baik. Kemudian, diajarkan tentang perspektif. "Setiap hari Sabtu seni lukis dikembangkan," tuturnya.

Ketika ada lomba, Winda dikirim agar memiliki semangat juara. Di sana, dia belajar banyak hal tentang tantangan dan perlombaan. Seperti, pentingnya percaya diri, kreatif, dan mudah beradaptasi.

Saat Porseni, perempuan asal Sukowono tersebut diminta untuk melukis cerita rakyat timun emas.

Winda mengembangkan imajinasi untuk melukis. Alhasil, karyanya meraih juara satu. Begitu juga ketika mengikuti lomba dalam HDI. Tema yang diangkat adalah kebersamaan.

Tak hanya melukis di atas kanvas, dia juga melukis untuk pakaian batik, bahkan juga menjahit. Setiap ada pameran, Winda yang selalu dikirim untuk tampil dalam acara tersebut.

Selain Winda, pelukis lainnya yang juga tunarungu dari SLB Negeri Patrang adalah Viki Fahturrosi. Siswa kelas IX SMP LB Negeri tersebut juga meraih berbagai prestasi dalam setiap lomba. Seperti lomba lukis dalam peringatan hari anak nasional di Surabaya. "Waktu itu juara satu," katanya.

Tak hanya itu, dia juga meraih juara satu lomba mewarnai dalam peringatan hari internasional penyandang cacat (Hipenca) 2015 lalu. Kemampuan melukisnya sudah terbaca sejak masih di bangku SD. Sehingga, bakatnya terus dikembangkan dan dimotivasi oleh gurunya agar memiliki keterampilan.

Namun, Viki masih tampak kurang percaya diri dengan karya lukisnya. "Selain melukis juga mewarnai, pernah meraih juara mewarna dalam HDI," tuturnya.

Sementara itu, Kepala SLB Negeri Patrang Umi Salma menambahkan seni lukis memang dikembangkan di sekolah yang dipimpinnya. Sebab, siswa penyandang cacat harus memiliki keterampilan agar bisa mandiri. Untuk itu, wadah kegiatan melukis diselenggarakan setiap hari Sabtu di sekolah. Tak hanya melukis di atas kanvas, tetapi juga batik. "Banyak karya batik yang sudah dijual ke berbagai daerah," akunya.

Memang tak mudah mendidik anak difabel agar memiliki keterampilan. Karena membutuhkan kesabaran dan keuletan. Tetapi, ketika bakat yang dimiliki dikembangkan dengan baik, karya mereka bisa mengalahkan pelajar di lembaga formal. (har)


Sumber : Jawa Pos Radar Jember, 16 Januari 2017
disalin oleh : (er)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar